SOLUSI MENCEGAH DAN MENGATASI FENOMENA SCOPE CREEP DI DALAM PROYEK

AAPM REFRESHMENT:
Dr. Fauzi Hasan, MPM.
AAPM Asia Pacific President-April 2019.

Scope creep adalah hal yang menakutkan yang dapat terjadi pada proyek apapun dengan fenomena seperti: membuang-buang uang, mengurangi kepuasan, dan menyebabkan nilai proyek (project values) yang diharapkan tidak terpenuhi. Sebagian besar proyek tampaknya menderita scope creep, hal ini menyebabkan  tim proyek dan pemangku kepentingan (stakeholders) secara konsisten frustrasi oleh munculnya fenomena ini. Banyak usaha telah dilakukan oleh tim proyek, namun demikian masih belum memberikan hasil yang efekitif dan mengurangi resiko kegagalan dalam pengelolaan proyek.
Pengertian Scope Creep.
Kondisi dan fenomena scope creep sangat berhubungan dengan lingkup pekerjaan atau scope dari proyek yang didefinisikan sebagai lingkup atau luasnya apa yang akan dihasilkan proyek (lingkup produk atau deliverables) dan pekerjaan yang dibutuhkan untuk menghasilkannya lingkup proyek. Dimana project scope  sering didokumentasikan dengan menggunakan  Work Breakdown Structure (WBS), yang telah disetujui oleh project sponsor. Kondisi scope creep dapat diartikan sebagai proses penambahan  fitur atau fungsi pada deliverable proyek, persyaratan, atau pekerjaan yang tidak diotorisasi (mis.,di luar ruang lingkup pekerjaan yang disepakati). Kondisi  scope creep dapat terjadi jika sebuah proyek tidak didefinisikan dengan benar pada saat akan dimulai, hal ini dapat terjadi ada perubahan pada menit-menit terakhir yang tidak dapat dihindari, khususnya yang terkait dengan  ruang lingkup proyek (project scope).

Perubahan pada proyek tidak bisa dihindari, sehingga kemungkinan timbulnya kondisi scope creep  juga tidak bisa dihindari pula. Mungkin inilah alasan mengapa mengelola  ruang lingkup proyek (project scope management) sangat menantang. Namun demikian tidaklah dimaksudkan bahwa  menyatakan  fungsionalitas atau pekerjaan tambahan tidaklah  diinginkan dalam pelaksanaan proyek. Demikian pula tidak dimaksudkan bahwa timbulnya kondisi scope creep  terjadi hanya karena adanya kebutuhan terkait deliverables  yang berubah pada saat eksekusi proyek. Inti utama permasalahan yang menimbulkan kondisi scope creep adalah  apakah perubahan diizinkan atau tidak untuk diimplementasikan. jika perluasan lingkup pekerjaan proyek  atau project scope  disetujui untuk diwujudkan, maka itu bukanlah suatu scope creep.

Dengan mengerjakan fitur produk yang belum disetujui, maka tim proyek  akan mencurahkan waktu dan tenaganya untuk melaksanakan perubahan yang tidak valid, dan pekerjaan untuk memasukkan perubahan-perubahan ini biasanya harus dilakukan dalam perkiraan waktu dan anggaran awal yang memadai, dengan demikian akan  menyisakan lebih sedikit waktu untuk bagian-bagian  dari ruang lingkup  yang telah disetujui untuk dilakukan perubahan. Hal ini dapat berdampak pada   fitur-fitur deliverables  yang disetujui tidak dapat diselesaikan dengan sempurma, dan produk akhir bukan yang disewa. Dengan demikian jika kondisi ini terjadi maka akan menimbulkan biaya tambahan untuk menyelesaikan proyek.

Penyebab Timbulnya Scope Creep.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadi scope creep di dalam pelaksanaan suatu proyek. Para eksekutif di tingkat project sponsor sering tidak ingin terlibat dalam setiap keputusan terkait pelaksanaan suatu proyek, dengan demikian yang akan membuatnya adalah tim proyek; dan dalam hal ini mencakup beberapa  permintaan perubahan yang terkesan  kecil yang selanjutnya ditindak lanjuti oleh tim proyek tanpa bertaat azas atau konsisten pada  proses manajemen perubahan formal (project change management).

Adanya proses pengemdalian  perubahan yang tidak fleksibel atau rumit juga dapat berkontribusi pada timbulnya kondisi scope creep yang tidak valid. Pada prakteknya dan juga karena berbagai alasan, tim proyek mungkin ingin melebihi harapan dan memberikan added value dengan menambahkan fungsionalitas yang tidak diminta. Manajer proyek sering gagal untuk menegosiasikan lebih banyak waktu dan anggaran ketika permintaan untuk fungsionalitas tambahan dibuat, dan ruang lingkup proyek yang berkembang sebagai penyebab timbulnnya scope creep.

Terdapat sejumlah faktor penyebab utama timbulnya kondisi dan fenomena scope creep seperti halnya sebagai berikut ini:

Kurangnya kejelasan dan kedalaman  lingkup  spesifikasi yang dituliskan di dalam dokumen system requirement specification
Adanya kondisi yang mengizinkan kontak langsung antara klien dan tim proyek  tanpa  dikelola terlebih dahulu oleh manajer proyek
Pelanggan ingin dan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan ekstra  atau tambahan  dengan biaya murah
Memulai desain dan pengembangan sesuatu proyek sebelum melaksanakan feasibility study  dan kajian business case dan  analisis persyaratan yang menyeluruh, serta  analisis biaya-manfaat yang memadai
Kondisi dan fenomena scope creep terbangun adanya limitasi pada perencanaan deliverable dan juga karena kurangnya pandangan ke depan dan perencanaan, dan spesifikasi kebutuhan proyek (project requirement specifications)
Pendefinisian resource dan skedul proyek yang kurang komprehensif untuk mewujudkan deliverable secara utuh
Sulit untuk mengendalikan terjadinya kondisi dan fenomena scope creep, namun demikian fokus pada beban pekejaan proyek dengan prioritas tertinggi




Mencegah Timbulnya Scope Creep

Mendokumentasi Semua Persyaratan dan Kebutuhan Proyek (Project Requirements)

Bagian terpenting untuk  memulai proyek yang sukses adalah memahami apa yang dibutuhkan klien. Ini termasuk milestones, hasil atau deliverables,anggaran, dan skedul atau jangka waktu penyelesaian proyek. Melaksanakan dokumentasi atas semua dokumen dan formulir yang digunakan dalam pelaksanaan proyek, dalam hal ini semua  pihak yang terlibat diminta                             untuk menandatanganinya. Perlu Pastikan bahwa semua pemangku kepentingan proyek (stakeholders) memiliki perspektif dan pemahaman   yang sama terkait  lingkup proyek dan kebutuhannya (requirements) sebelum menandatangani dokumen.


2. Tersedianya Prosedur dan Protokol Pengendalian Perubahan (Change Control Procedure)

Perubahan adalah bagian alami dari kehidupan, dan tidak ada bedanya dengan pelaksanaan proyek. Perubahan dengan lingkup  kecil adalah sesuatu yang wajar dan  tidak mempengaruhi seluruh ruang lingkup proyek secara keseluruhan adalah sesuatu yang  dapat diterima,  dan kadang-kadang hal seperti ini diperlukan, namun demikian  harus diperhatikan dampaknya terhadap anggaran proyek dan skedul penyelesaian proyek.

Adalah sangat penting untuk mengidentifikasi siapa yang akan menentukan dan mengendalikan  persetujuan atau penolakan dari setiap perubahan yang diajukan, dimana dalam hal ini mungkin  tergantung pada satu individu, komite kecil; ataupun  seluruh tim proyek. Dengan demikian menentukan siapa yang bertanggung jawab adalah sangat penting bagi tim dan pemangku kepentingan proyek (project stakeholders, karena itu menunjukkan bahwa tim proyek siap  untuk setiap perubahan yang mungkin terjadi dan bahwa tim proyek  tidak akan dimanfaatkan secara berlebihan oleh para pemangku kepentingan proyek tertentu. Pemilik proyek (project owner)  harus diberi tahu terkait protokol dan prosedur perubahan  di saat awal memulai proyek dan harus mengetahui adanya perubahan anggaran atau perubahan skedul  yang mungkin terjadi. Transparansi sangat penting untuk menciptakan saling pengertian di antara semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan proyek.

3. Membangun Skedul Pelaksanaan Proyek Terinci

Menjabarkan setiap langkah pelaksanaan proye, akan membuat  lebih mudah untuk mengidentifikasi jika dan kapan kondisi scope creep lingkup mulai terjadi. Melakukan atas  semua aktivitas dengan cermat dan memastikan bahwa tim proyek  berada di jalurnya adalah cara termudah untuk menjaga agar tidak ada perbedaan dalam skedul pelaksanaan proyek. MembandingBandkan jadwal actual  dengan proposal asli dan memastikan bahwa semua orang di tim Anda menyetujui atas skedul waktu pencapaian dan delivery. Perubahan kecil terkait jadwal pelaksanaan adalah normal, namun demikian  jika hal itu tidak dapat dilakukan, maka segera merujuk pada proseduer dan protok
ol terkait perubahan di dalam pelaksanaan proyek.

4.  Melakukan Verifikasi Dengan  Stakeholders Proyek

Perlu untuk memastikan bahwa project (internal dan eksternal)  selalu diutamakan untuk mendapatkan informasi terkait rencana pelaksanaan dan penyelesaian  proyek. Setiap detil rencana pelaksanaan proyek harus diverifikasi sebelum pekerjaan dimulai dan secara regular diverifikasi pada saat pelaksanaan proyek, serta mengelola jadwal selama pelaksanaan proyek.  Komunikasi sangat penting selama  selama pelaksanaan yang menyeluruh dari suatu proyek.

5. Modularisasi Project Scope

Memecah project scope  menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang dapat dicerna adalah cara yang baik untuk membuat semua tim proyek pada alur pelaksanaan yang tepat. Perlu dipastikan ketika  setiap bagian selesai, semua stakeholders dapat menyadarinya; tim proyek dapat mengatasi masalah apa pun yang mungkin timbul dan mendiskusikan dampaknya  bagi ruang lingkup proyek.

6. Membuat Tim Proyek Selalu Bersemangat

Membuat tim proyek  bersemangat akan menjadikan   segalanya berjalan lebih lancar. Anggota tim yang merasa puas dengan pekerjaan mereka dan yang merasa dapat terbuka dengan ide dan saran adalah anggota tim yang benar-benar peduli dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Perlu ditetapkan  kebijakan pintu terbuka sehingga anggota tim (project team member) tahu bahwa mereka dapat selalu mengutarakan pendapat mereka dan mengajukan pertanyaan  jika diperlukan. Memiliki tim proyek  yang dikelola dengan baik  akan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahpahaman (miscommunication)  dan kesalahan yang mungkin terjadi.

7. Menghidari Kondisi Gold Plating

Kondsi Gold Plating  mengacu pada praktik menambahkan fitur tambahan ke hasil akhir proyek tanpa persetujuan project owner. Meskipun hal ini umumnya dilakukan untuk menyenangkan project owner, hal ini tidaklah  dianggap sebagai praktik terbaik. Ada dua alasan penting untuk hal ini yaitu: pertama, project owner mungkin tidak menyetujui perubahan dan dapat meminta proyek untuk diulang kembali ke spesifikasi yang awal. Dalam hal ini, biasanya tidak dapat diterima untuk meminta project owner atau klien membayar waktu ekstra untuk membuat perubahan yang diperlukan karena mereka tidak meminta perubahan itu dilakukan sejak awal, dan kedua, ini menjadi preseden bagi klien atau project owner  bahwa setiap proyek di masa depan juga dapat memasukkan nilai tambahan tanpa beban biaya kepada mereka.




Cara Mengatasi Kondisi Scope Creep

1. Membangun Estimasi Terkait Perubahan

Cara yang paling mudah untuk mengatasi dan menghentikan kondisi scope creep adalah membuat estimasi terkait kemungkinan terjadinya perubahan besar (major changes) yang akan mengakibatkan timbulnya biaya tambahan. Estimasi perubahan dan implikasi biaya pada anggaran proyek akan menjadi bahan pertimbangan utama dalam melakukan verifikasi dan dan memberikan persetujuan (approval) atas perubahan-perubahan (changes) yang diusulkan. Jika pelaksanaan proyek berhubungan dengan suatu kontrak, maka harus dipastikan perubahan-perubahan yang mungkin timbul dapat difasilitasi oleh kontrak pelaksanaan proyek.


2. Memastikan Skedul Proyek Dapat Dicapai

Skedul pelaksanaan proyek harus dipastikan realistis, khususnya yang terkait dengan waktu penyelesaian proyek yang tepat waktu, dan memastikan pula bahwa perubahan pada lingkup pekerjaan proyek akan berdampak pada penambahan anggaran proyek dan skedul pelaksanaan proyek,

3. Konsisten Pada Prosedur Pengendalian Perubahan (Chane Control Procedure)

Memastikan bahwa perubahan yang diusulkan berada di dalam lingkup pekerjaan proyek (project scope), namun demikian untuk perubahan yang berada di luar lingkup proyek harus mendapat persetujuan dari project owner atau stakeholders lainnya,

4. Realistik Terkait Usulan Perubahan

Tim proyek haruslah dapat menyampaikan bahwa tim tidak dapat memenuhi perubahan yang diusulkan, serta menerangkan kenapa tim tidak dapat memenuhi perubahan itu, dan jika dimungkinkan mengusulkan pula proyek yang baru untuk menampung dan merealisasikan usulan perubahan pada proyek yang sebelumnya.

5. Asertif

Setelah lingkup pekerjaan proyek ditentukan, maka setiap usulan perubahan harus mengikuti prosedur pengendalian perubahan (change control procedure) dan tidak melanggarnya dengan mengikuti usulan project owner atau stakeholders lainnya, tim proyek harus asertif atas setiap usulan perubahan;  karena hal ini akan menjadi preseden yang tidak baik untuk pelaksanaan proyek selanjutnya.

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post