Sepenggal Cerita Sahabat Dari Pengungsian Warga Rohingya Di Coxs Bazar Bangladesh

Instagram @fathul_karim
Brebes, Sabtu Pagi, 20 Januari 2018. Ijinkan saya disini membagi cerita hasil dari diskusi dengan sahabat saya Fathul Karim yang menjadi salah satu relawan di Bangladesh. Kami bersahabat sedari waktu sama-sama bekerja sebagai salah satu karyawan rumah sakit, kemudian kami melanjutkan pendidikan sesuai dengan latar belakang pendidikan masing-masing kebetulan beliau dari keperawatan dan saya sendiri berlatar belakang Komputer dan manajemen.

Kami dipertemukan kembali disebuah kampus kesehatan di Jakarta Timur, beliau sebagai dosen kesehatan dan saya sendiri sebagai dosen manajemen dan computer, kami memiliki hoby yang sama saat mengisi waktu luang yaitu hoby fotografi.

melayani pasien yang akan berobat
Oya dia bernama Fathul Karim, seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang kesehatan terutama perawatan luka, karirnya sangat baik, sering keliling Indonesia bahkan keluar negeri untuk memberikan seminar dan workshop perawatan luka. Walau kami sekarang berjauhan dengan bidang yang berberda kami tetap menjalin komunikasi melalui sosmed dan whats app.

Hingga pagi ini 20 januari 2018, seperti biasa saat saya cek Instagram dan saat melihat halaman IG @fathul_karim terlihat beberapa foto-foto beliau sedang melakukan pelayanan disana dan foto-foto situasi pengungsian. Karena penasaran saya langsung sapa melalui pesan IG, dan tidak beberapa lama beliau menjawab melalui WA, kemudian saya coba bertanya tentang situasi dan kondisi disana.
Pengungsian Kampung Jamtoli Coxs bazar Bangladesh

Kronologis hingga akhirnya sahabat saya bisa pergi ke pengungsian Warga Rohingya ia mengajukan diri ketika temannya di PBNU pusat tidak bisa berangkat. LPBI NU pusat bagian kegiatan sosial kemanusiaan bergabung juga dengan Muhammadiyah, Dompet DuAfa, Darut Tauhid, Laris dan lain-lain dalam wadah Indonesia Humanitarian Alliance (IHA), beliau di berada disana dari tanggal 7 januari sampai dengan 29 Januari 2018.

Sahabat Saya Fathul Karim termasuk tim 9 atau gelombang 9, ada 1 dokter, 5 perawat, 2 dari Muhammadiyah, 2 dari Dompet Duafa, 1 dari Darut Tauhid, dan sahabat saya dari NU.

melayani pasien periksa kesehatan
Tujuan datang ke Coxs bazar Bangladesh membantu saudara Muslim Rohingya di pengungsian. Tak hanya tim medis, relief / non medis juga diberangkatkan sesuai kebutuhan. IHA bekerjasama dengan organisasi medis lokal untuk saling mengisi dalam rangka kegiatan promotif , preventif, dan kuratif.

Kegiatan perawatan dan pengobatan mirip puskesmas tapi di  lapangan,  mulai dari pendaftaran dan seleksi triase jenis kegawatdaruratan, ruang periksa dokter dan pengambilan obat atau ke ruang tindakan.

Ada penyuluhan kesehatan dan pembagian alat perawatan diri, seperti paket sikat gigi, paket mandi dan lain-lain.

Ada beberapa desa atau kampung tempat penampungan pengungsi di kabupaten Coxs Bazar Bangladesh, dari Indonesia  di tempatkan di Kampung Jamtoli Coxs bazar Bangladesh sekitar 90 menit dari kota Coxs bazar.

"Para pengungsi Rohinya mengatakan hal yang berat adalah meeka datang ke Bangladesh itu berjalan kaki selama 10 hari.  Bukan jalan santai, tapi kadang berlari karena tentara menembaki mereka, saat berlari menyelamatkan diri banyak yang jatuh, tersandung, terinjak, bahkan tertembak, ada juga terluka dan bekasnya masih ada, kaki mereka sudah tebal dengan tanah dan bebatuan, ada pula kakinya sampai saat ini belum sembuh."

Sahabat Fathul karim sedang sedang memeriksa seorang bayi
Yang paling menyentuh saat melakukan pelayaan kesehatan ada seorang anak kecil  yang berobat dan membutuhkan perawatan dan ternyata tidak memiliki ayah ibu lagi, karena saya sebagai manusia biasa tentu tak bisa menahan emosional kesedihan, saya menangis dan berusaha menyembunyikan dari tatapan dia, begitu cerita sahabat saya Fathul Karim.

Mereka datang ke pengungsian kebanyakan tak memiliki apa apa untuk kebutuhan sehari hari, mungkin hanya 1 persen yang masih bawa uang.

Mereka sangat berterima kasih kepada para relawan dari Indonesia, tak henti-hentinya mereka mengatakan itu setiap hari setiap bertemu dengan kami.

Kata yang menjadikan kami dan mereka menjadi sama adalah kami setiap bertemu mereka menyapa dengan ucapan dan doa "assalamualaikum",  kamipun sholat berjamaah saat sholat duhur dengan mereka.

Mereka memanggil kami dengan bahasa penuh kekeluargaan yaitu kata "brother atau sister" jadi kami merasa jadi keluarga mereka.

2 anak sedang diperiksa oleh relawan Indonesia
Sahabat menuturkan kembali, Setiap tim kami yang bergantian pulang, ada kebiasaan memberi hadiah buat mereka khususnya penerjemah dari muslim rohingya yang bisa  berbahasa inggris atau melayu.

Saya merasa bersyukur berkesempatan membantu mereka, satu kalimat yg mendalam dari mereka adalah "kami tidak memiliki apa apa, tapi kami punya ALLAH SWT", tempat kami menyembah dan meminta tolong.

Pesan yang disampaikan sahabat Fathul Karim beliay menyampaikan, bantulah mereka, mereka saudara kita, apapun bentuknya melalui zakat, infak dan shodaqoh melalui badan zakat, lembaga atau doa.
Itulah sepenggal cerita sahabat saya Fathul Karim yang menjadi relawan disana, semoga kita semua bisa memetik manfaat dari sekelumit inspiratif ini, dan lebih memahmi arti perbedaan, parsaudaraan dan kebersamaan. Mari kita jaga perdamaian, dengan memgang teguh Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila sebagai dasar kita bernegara.


Ditulis : Yono Maulana
Hasil Wawancara dengan Fathul Karim
Relawan Indonesia dari Nahdlatul Ulama

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post