Lembayung Diujung Pantai Pulau Dewata

sore ini menjelang magrib tanggal 16 Maret 2022, mahakarya bersama yang berguna untuk bangsa di deklarasikan disebuah hotel disalah satu sudut kota pulau Dewata. 

jelang subuh, sudah terbangun, mengejar jadwal penerbangan, sesuai waktu, aku belum telat namun harus ditinggalkan, burung besi yang mulai bergairah, membawa isi perut manusia, sampai harus melupakan sisa. 

Aku tertegun ditengah pintu bandara, tak berdaya, karena ku tak punya kuasa. 

adakah penerbangan berikutnya ? tanyaku padanya ? saya akan carikan, sembari pergi, dan tak lama kembali memberi kabar, tersisa satu pak, baiklah, kalo begitu, jawabku kaku. 

terbangku bersama sang Garuda, yang konon mulai lelah kelaparan karena sering kelaparan akibat bahan makanan selalu diambil juragan, tubuhnya yang lebar berseri A300-373 berusaha meyakinkanku bahwa dirinya perkasa mengudara. 

Ah sampai juga.. terima kasih, tak sia sia para pendiri memberimu nama Garuda. kulambaikan tangan, terima kasih Garuda, besok kita bersua kembali, ijinkan aku berbakti pada negeri, sama sepertimu, yang harus selalu berupaya menjaga nama. 

Aku tak segagah Garuda tak sepenting Tunggal Ika, tapi mencoba untuk belajar memberi manfaat untuk negeri.

Aku berjalan terus berjalan menuju pintu kelur kandang besar burung besi, mengikuti isarat dan arahan yang telah diberi oleh seseorang yang sudah menanti. Pulau Dewata... gumamku.. tak ada yang istimewa, setelah ditimpa bencana korona, masih sepi, belum terlalu ramai yang menghampiri. 

Tak tersadar, badan dan jiwaku sudah dalam ruangan, bising, riuh karena hampir semua berperan seolah menjadi yang terdepan. aku sudah jenuh dengan penomena seperti ini sebetulnya. lagi lagi apalah daya, ku hanya rakyat jelata, pun pemikiran yang tercipta menjadi mahakarya tetap tak ada apa apanya, karena aku tak lebih dari Hanya !. 

melarikan diri dari kebisingan, terpaksa ku berjalan ke bibir pantai yang tenang. 

Ah Indahnya...Lembayung di ujung riak gelombang, memaksa camar menari, bayangnya berhabungan diatas deburan ombak. 

Aku termenung, tersenyum, tertekan, gesturku bercampur tak beratur, entahlah, kemana fokus kejiwaanku saat itu. 

Aku sebetulnya ingin memiliki kesetiaan seperti pasir putih pantai pulau dewata, yang cukup lama ditinggal para pengelana ceria. sabar menanti seperti barisan batu bibir pantai yang mereduksi terjangan ombak. aku juga sebetulnya iri oleh beberapa ekor tupai yang ceria menari bersama kekasihnya, seolah membesarkan hati pasangannya, bahwa hari esok setelah melalui masa yang sepi mereka akan bertemu bahagia. 

senja hampir tiada, aku disadarkan oleh gulita, terpaksa kembali, masuk ke sebuah ruang sepi. duduk diteras kamar, menatap lambaian nyiur, yang terlihat pekat namun indah, seperti karya seni guratan vignette. 

Aku disini tak sesenang yang di sangkakan orang, aku disini hanyalah aku, hanya serpihan. berharap hanya pada Tuhan, terus memberiku kekuatan dan kemampuan untuk memberikan kebermanfaatan. 


Medio 16 Maret 2022, Bali



Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post